SOCIAL MEDIA

Saturday, June 8, 2019

Memori Berbalut Gula Merah

Suatu hari pada minggu pagi lima belas tahun yang lalu, Ibu membuka pagar rumah lalu pergi entah kemana dan kembali tak lama kemudian dengan kresek berwarna putih di tangan kanan dan belanjaan sayur di tangan kiri.

Saya sudah menerka kalau yang enak-enak ada di tangan kanan. Lirik madu di tangan kanan mu, racun di tangan kiri mu (you sing you lose) sangat tepat untuk menggambarkan situasi kala itu. Sebagai anak ingusan yang kurus kerontang pada umumnya, saya benci sekali jika Ibu belanja karena sudah pasti Beliau akan memasak sayur dan memaksa saya menghabiskannya. Siapa anak kecil yang suka sayur? Saya heran kalau ada…

Minggu pagi adalah waktu yang menyenangkan bagi orang rumah. Ibu (walau tak setiap saat) punya ritual yaitu membelikan kami jajan pasar untuk sarapan. Biasanya Beliau membeli kue lupis dengan saus gula merah kental dan taburan kelapa parut gurih kesukaan (alm) Bapak. Kadang saya meminta khusus dibelikan getuk tanpa parutan kelapa. Abang-abang saya lebih gemar bersusah payah membuka tali rafia mini yang mengikat bungkus arem-arem dari pada jajan pasar berbalut gula merah.
Sumber : Instagram globalgastronaut

Walau punya preferensi masing-masing, Ibu lebih sering membelikan kami kue lupis dengan alasan “Tinggal itu yang masih ada”. Dengan hati sedikit kecewa, kami pun manut berebut kue lupis sisa dua potong yang dibeli di tukang lontong medan.

Sepotong lupis nampaknya tidak akan mengenyangkan, herannya kami sekeluarga jarang sekali bisa menyantap lebih dari dua potong karena ternyata lupis sanggup membuat perut kami penuh.

Lupis terbuat dari beras ketan yang direndam semalaman agar sedikit melunak dan mudah matang ketika direbus. Tak heran sebenarnya kalau betul membuat kenyang. Jangan lihat dari potongan kecilnya saja dong, gengs!

Kami sekeluarga sering berpindah daerah karena pekerjaan Bapak, namun ritual menyantap jajan pasar apalagi berburu lupis kesukaan Bapak tetap berjalan di manapun kami berada. Beliau gemar menaruh lupisnya di pitsin (piring kecil) lalu memakannya setelah selesai beraktivitas pagi. Jangan harap mendapat bagian karena hanya itu camilan pagi yang disukainya.

“What keeps me motivated is not the food itself but all the bonds and memories the food represents” -Michael Chiarello-
Sumber : Netflix

Saya tersadar dari lamunan kue lupis gurih-manis dan menatap ke arah layar ponsel yang sedang menampilkan acara Street Food-Netflix episode Jajan Pasar di Yogyakarta. Sampai lupa jika sedang menonton saking rindunya saya dengan masa kecil ketika melihat Mbah Satinem menuangkan saus gula Jawa kental ke atas lopis buatannya.

Tentu saja barangkali kue lupis yang saya makan dulu tidak seenak buatan Mbah Satinem atau sebaliknya, lagi pula saya belum mencobanya jadi tidak bisa membandingkan. Namun satu yang pasti kalimat “Food is Memories” betul adanya dan acara Street Food by Netflix adalah representasinya.

Kevindra Soemantri, seorang penulis kuliner dari website Top Tables menjadi narator di episode Yogyakarta dan Mbah Satinem is the star of the show.
Sumber : Instagram Kevindra Soemantri

Mbah Satinem is fearless. Beliau seorang pebisnis, peggiat kuliner with her own uniqueness Cristina Tossi might have Milkbar in towns, The Harvest might be the most popular bakery in Indonesia, but Mbah Satinem been making and selling our beloved traditional dessert for 50 years on the street! Her face was on NYC Times Square, For God Sake!!!!!

Narasi Kevindra dalam Street Food Yogyakarta ini sedari awal sudah menggandeng saya untuk kembali ke paragraf pertama.

Lupis. Ketan berbentuk segitiga. Camilan sederhana yang mengenyangkan. Sarapan favorit di masa lalu dan akan tetap memiliki tempat di hati. Parutan kelapa di atasnya tak hanya sekadar taburan, mereka memberi rasa gurih dan menebarkan aroma khas kelapa yang membuat lapar. Kuah gula merah....saus yang jauh lebih “membumi” dari butterscotch atau salted caramel sauce, menyebar di seluruh penjuru mulut lalu manisnya menenangkan sang kelapa agar tak terlalu gurih.

Lupis. Ia memori dalam balutan gula merah. Setiap lapisan rasanya adalah representasi masa kecil, semangat mata pencaharian dan dalam Street Food by Netflix episode Yogyakarta...kegigihan Mbah Satinem untuk mengenang cinta Ibunya. And I eat lupis to remember my family's tradition and of course my beloved late father


Ah...esok saya harus mencari kue lupis di pasar. Lupakan sejenak tumpukan lemak yang bersarang di perut setelah lebaran.

Love,

Allysa

Post a Comment