SOCIAL MEDIA

Tuesday, July 24, 2018

Dialog Alam yang Nestapa

Dialog Alam yang Nestapa


Duhai aku yang tersudut dan tersundut,
Sungguh nestapa hidup yang ku berikan untuk mu.
Tiada waktu tanpa api yang kau sulut
Meremukkan daun dan rantik demi nafsu buas mu.

Duhai engkau yang katanya membela,
Tidak ku dengar sedikitpun suara kasih dalam putusan.
Durjana ku terima tiap rona merah di wajah mu menyala.
Aku tak maksud buatmu marah, ku hanya sampaikan sebuah pesan.

Duhai senda gurau yang kini jadi tangis,
Kita lari terbirit-birit karena terguncang di sana sini
Orang tua meraung tanpa tarian, tanpa henti mengorek dan mengais
Anak kecil hilang akal dan tiada kawan menemani.

Duhai perut yang buncit,
Duhai tubuh tinggal kulit,
Sama di mata Tuhan hanya manusia biarkan kau berbeda
Sungguh ngeri aku melihatmu. Ingin ku hempas seluruh udara dalam dada.

Namun sayang duhai kalian,
Bisa apa aku selain termenung melihat rusak benih ku?
Bisa apa aku selain menangis saat tercabut ranting ku?
Bisa apa aku selain pasrah menua dan mati kemudian?

Sungguh tua diriku,
Mungkin saatnya aku menikam jantung
Biarkan semua mati terkatung-katung
Lepas tiada lagi yang telan dengan serakah semua milikku

Aku benci kalian, benci bukan main
Tapi aku ada bukan untuk menyiksa dirimu
Aku ada untuk berikan kebaikan yang kau ingin
Aku kecewa namun marah pun tak mampu

Duhai kita yang dirahmati olehNya
Biar ku tanam remuk redam hati
Tapi jangan kau tuai buah buruknya
Aku mau kau jaga lebih baik kali ini.

July, 24th 2018


Ku persembahkan puisi ini untuk seluruh anak alam yang tertindas. Untuk ikan di lautan dengan perut penuh plastik. Untuk sakit kulit yang diderita seorang karena sampah di kali. Untuk burung yang tak bisa bedakan tutup botol dengan makanannya. Untuk pohon yang meraung karena api. Untuk buaya yang dibunuh karena mempertahankan habitatnya. Untuk gajah yang bertarung namun kalah dengan senapan. Untuk mereka yang tertindas tapi bisu tak terdengar.

Post a Comment